6 WASIAT SAIDINA UMAR

6 WASIAT SAIDINA UMAR :

1. Jika engkau menemukan cela pada seseorang dan engkau mahu mencacinya, maka cacilah dirimu. Kerana, celamu lebih banyak darinya.

2. Bila engkau hendak memusuhi seseorang, maka musuhilah dahulu perutmu. Kerana, tidak ada musuh yang lebih berbahaya terhadapmu selain perut.

3. Bila engkau hendak memuji seseorang, pujilah ALLAH s.w.t.! Kerana, tiada seorang manusia pun lebih banyak dalam memberi kepadamu dan lebih santun lembut kepadamu selain DIA.

4. Jika engkau ingin meninggalkan sesuatu, maka tinggalkanlah kesenangan dunia. Sebab, andaikata engkau meninggalkannya, bererti engkau terpuji.

5. Bila engkau bersiap-siap untuk sesuatu, maka bersiaplah untuk mati. Kerana, jika engkau tidak bersiap untuk mati, engkau akan menderita, rugi penuh penyesalan.

6. Bilamana engkau ingin menuntut sesuatu, maka tuntutlah Akhirat. Kerana, engkau tak akan memperolehnya kecuali dengan mencarinya.

Monday 18 February 2013

Jangan Gila Pujian



Ikhlas, tidak mengharap selain ridho Allah, itu yang dituntut ketika kita beramal. Namun kadang, hati selalu mengharap pujian orang lain, ini yang mesti diwaspadai karena dapat merusak amalan yang semula adalah baik.

Ikhlaslah dan Jauhi Riya’ (Gila Pujian)
Beberapa ayat menerangkan agar kita dapat menjadi orang yang ikhlas dalam ibadah. Di antaranya adalah firman Allah Ta’ala,
وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya (artinya: ikhlas) dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus” (QS. Al Bayyinah: 5).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang bahaya riya’ (gila pujian) bahwasanya amalan pelaku riya’ tidaklah dipedulikan oleh Allah. Dalam hadits qudsi disebutkan,
قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلاً أَشْرَكَ فِيهِ مَعِى غَيْرِى تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ
Allah Tabaroka wa Ta’ala berfirman: Aku sama sekali tidak butuh pada sekutu dalam perbuatan syirikBarangsiapa yang menyekutukan-Ku dengan selain-Ku, maka Aku akan meninggalkannya (artinya: tidak menerima amalannya, pen) dan perbuatan syiriknya” (HR. Muslim no. 2985). Imam Nawawi rahimahullah menuturkan, “Amalan seseorang yang berbuat riya’ (tidak ikhlas), itu adalah amalan batil yang tidak berpahala apa-apa, bahkan ia akan mendapatkan dosa” (Syarh Shahih Muslim, 18: 115).
Begitu pula peringatan keras bagi orang yang cuma mengharap dunia dalam amalannya, di antaranya adalah mengharap pujian manusia disebutkan dalam hadits berikut ini,
مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لاَ يَتَعَلَّمُهُ إِلاَّ لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Barangsiapa yang menutut  ilmu yang sebenarnya harus ditujukan hanya untuk mengharap wajah Allah, namun ia mempelajarinya hanya untuk meraih tujuan duniawi, maka ia tidak akan pernah mencium bau surga pada hari kiamat nanti” (HR. Abu Daud no. 3664, Ibnu Majah no. 252 dan Ahmad 2: 338. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Jangan Gila Pujian
Ibnul Qayyim dalam Al Fawaid mengatakan, “Tidak mungkin dalam hati seseorang menyatu antara ikhlas dan mengharap pujian serta tamak pada sanjungan manusia kecuali bagaikan air dan api.”
Seperti kita ketahui bahwa air dan api tidak mungkin saling bersatu, bahkan keduanya pasti akan saling membinasakan.Demikianlah ikhlas dan pujian, sama sekali tidak akan menyatu. Mengharapkan pujian dari manusia dalam amalan pertanda tidak ikhlas.
Ada yang menanyakan pada Yahya bin Mu’adz, “Kapan seorang hamba disebut berbuat ikhlas?” “Jika keadaanya mirip dengan anak yang menyusui. Cobalah lihat anak tersebut dia tidak lagi peduli jika ada yang memuji atau mencelanya”, jawab Yahya.
Muhammad bin Syadzan berkata, “Hati-hatilah ketamakan ingin mencari kedudukan mulia di sisi Allah, namun di sisi lain masih mencari pujian dari manusia”. Maksud beliau adalah ikhlas tidaklah bisa digabungkan dengan selalu mengharap pujian manusia dalam beramal.
Ada yang berkata pada Dzun Nuun Al Mishri rahimahullah, “Kapan seorang hamba bisa mengetahui dirinya itu ikhlas?” “Jika ia telah mencurahkan segala usahanya untuk melakukan ketaatan dan ia tidak gila pujian manusia”, jawab Dzun Nuun.
Coba pula lihat perkataan Ibnu ‘Atho’ dalam hikam-nya. Beliau berkata, “Ketahuilah bahwa manusia biasa memujimu karena itulah yang mereka lihat secara lahir darimu. Seharusnya engkau menjadikan dirimu itu cambuk dari pujian tersebut. Karena ingatlah orang yang paling bodoh adalah yang dirinya itu yakin akan pujian manusia padahal ia yakin akan kekurangan dirinya.”
Lihatlah bagaimana Ibnu Mas’ud, sahabat yang mulia, namun masih menganggap dirinya itu penuh ‘aib. Ibnu Mas’ud pernah berkata, “Jika kalian mengetahui ‘aibku, tentu tidak ada dua orang dari kalian yang akan mengikutiku”.
Seorang hamba yang bertakwa tentu merasa dirinya biasa-biasa saja, penuh kekurangan, dan selalu merasa yang lain lebih baik darinya. Jika memiliki sifat mulia seperti ini, maka kita akan tidak gila pujian dan tidak sombong. Yang selalu diharap adalah wajah Allah dan kenikmatan bertemu dengan-Nya. Mengapa kita masih memiliki sifat untuk gila pujian dari manusia? Mengharap ridho Allah tentu lebih nikmat dari segalanya.
Ya Allah, berilah kami keikhlasan dalam setiap amalan kami. Wabillahit taufiq.

Referensi:
Ta’thirul Anfas min Haditsil Ikhlas, Sayid bin Husain Al ‘Afani, terbitan Darul ‘Afani, cetakan pertama, 1421 H, hal. 315-317.

Sunday 17 February 2013

Dialog 2 Jiwa

Bismillahirrahmaanirrahiim.

Allahumma solli 'ala Muhammad wa 'ala ali Muhammad.

Suatu hari saat si A dan si B sedang menghabiskan sisa-sisa makanan mereka, nasi lauk ikan siakap masak tiga rasa, mereka berbual-bual...



A : "Tadi Alhamdulillah seronok betul dengar ceramah ustaz..Tak ada ruang untuk saya tidak fokus..." ucap A sambil tangannya mencubit isi ikan siakap di pinggan.

B : "Hmmm..a'a..tapi kenapa?"

A: "Tadi ustaz cerita pasal apa?" disoalnya B kembali. Ingin menguji.

B: "Pasal Allah. Orang yang dah kenal Allah tak perlukan dalil untuk bukti wujudnya Allah. Bahkan, seluruh alam ini wujud sebab Allah wujud..tapi orang yang belum kenal, akan mencari-cari dalil dari alam untuk meyakini Allah itu ada.."

A : "Ha.." balas si A sambil menguntum senyum.

B : "Tapi kan, kenapa kadang-kadang senang je rasa Allah tu ada..saya tak perlu berusaha keras pun, seolah-olah ada rasa kasih sayang Allah mengalir dalam diri saya..kadang-kadang bila usaha sungguh-sungguh, makin serabut..hilang fokus..nampak makhluk, bukannya Allah..?"

A :  "Hmm..kenapa boleh jadi macam tu? Ada apa dalam dirimu?..kamu ni banyak sangat fikir..kita perlu tenang.."

B : "Err..kenapa dengan diri saya? Maksudnya hati saya masih belum bersih dari selain Allah? Saya akui saya memang banyak berfikir.."

A : "Ia sangat berkait dengan apa yang ada kat dalam kita..di sini (sambil menunjukkan letaknya hati), dan di sini (mengisyaratkan di kepala)."

B : "Oh..tapi..macam mana nak hilangkan rasa tu..takkan tak boleh fikir.."

A : "Lepaskan..jangan letakkan diri kita yang berfikir..contohnya begini : kalau kita kata mata kita yang melihat, kita salah..sebab Allah yang bagi kita mampu untuk melihat..ada orang yang punya mata, tapi tidak dapat melihat..bila kita yakin salah satu, iaitu samada Allah yang mendayakan atau diri kita..salah satunya lagi akan lenyap..memang kita perlu berfikir, tapi di saat kita berfikir itu, di mana keyakinan kita..pada Allah atau diri sendiri?.."

B : "Maksudnya, kalau kita yakin Allah yang bagi kita lihat, kita tak rasa mata kita yang melihat?"

A : "Ye..kita akan sentiasa berada di antara dua keadaan itu..terpulang pada kita mahu meletakkan diri kita dalam keadaan yang mana..yang mendayakan, atau yang didayakan oleh Allah."

B : "Oh..lagi?"

A : "Jangan letakkan fikiran kita mendahului Allah..bahkan apa sekalipun..letakkan Allah di hadapan..sebenarnya kita dah selalu praktik benda ni..kita tak perlu fikir dengan over..tapi kita digerakkan secara automatik..contohnya, kita makan ikan ni..(sambil memegang bahagian ekor ikan siakap yang dah tinggal tulang dengan cebisan isinya masih ada)..ada ke kita fikir- aku nak makan ikan ni, tapi kena hati-hati, aku kena pegang bahagian yang tak banyak tulang supaya jariku tak luka, dan aku mesti gigit bahagian yang ada isi ni..tak ada kan? kita ambil ikan ni, terus gigit je..tapi kita dah tahu nak adjust macam mana sebab kita 'rasa'.."

B : "Hehe..tapi, kita dah biasa buat macam tu..dengan Allah kita belum praktikkan macam tu..tu sebab susah nak 'feel'..

A : "Aik..kenapa timbul perkataan biasa tak biasa tu..kita lebih biasa dengan yang mana..? Dengan Allah atau tulang ikan? Kita tak sentiasa ada dengan tulang ikan ni..(sambil mencampakkan tulang ikan itu ke pinggan), tapi dengan Allah? Cuba apply keadaan tu..cuba rasakan..rasakan kita memang sentiasa dengan Allah..tanpa perlu dipaksa..yang penting lepaskan diri kita..kembali pada Allah.."

B terdiam. Kali ini soalan si A betul-betul mengenai batang hidungnya. Ya, manusia tak penah terpisah daripada Allah. Sejak dari alam roh, ke alam rahim, dunia, barzakh dan akhirat. Tiada sedetik waktu pun manusia ada tanpa Allah. Allah terlalu dekat sampai manusia tak 'nampak' Allah. Terhijab oleh dosa, nafsu, hati yang kotor dan makhluk. Manusia lebih sibuk dengan ciptaan, bukan Pencipta. Sepatutnya kita 'melihat' Allah lebih jelas dari segala sesuatu, 'rasakan' hadirnya Allah lebih dari segala sesuatu..Ya Allah maafkanlah hamba-Mu..

A : "Tu sebab, kita kena sentiasa kumpulkan kebesaran-kebesaran Allah, lepaskan diri kita kepada Allah..InsyaAllah, lama-lama nanti kita akan biasa..dan kita akan selalu 'merasakan' Allah.."

B tak mampu untuk ucapkan apa-apa lagi. Dia hanya melihat si A dengan tenang menghabiskan makanannya. Namun yang pasti, si B telah mendapat jawapan daripada Allah melalui temannya si A. Alhamdulillah.








Friday 15 February 2013

Pengajaran dari Masjid & Majlis Ilmu

Bismillahirrahmaanirrahiim.

Sollu 'alan Nabi.

Alhamdulillah, hari ni Allah gerakkan untuk berkongsi cerita tentang majlis ilmu. Sesungguhnya, diri ini tersangat kerdil dan masih terlalu banyak kelemahan dan ceteknya ilmu agama. Namun, Allah itu Maha Pengasih dan Penyayang..tidak dibiarkannya hamba-Nya ini terkontang-kanting tanpa arah. Dilorongkan-Nya untuk menikmati kemanisan berada di dalam majlis yang mendapat hamparan sayap malaikat..antara taman syurga di dunia..iaitu majlis ilmu..:)




Terima kasih ya Allah atas kurniaan-Mu. Keutamaan majlis ilmu memang terlalu banyak. Boleh tengok di sini. Dan keutamaan masjid, saya syorkan kalian membaca buku tulisan Ustaz Gunawan iaitu masjid itu hidupku.

Alhamdulillah..biasanya majlis ilmu/ ceramah/ tazkirah ini diadakan di masjid/ surau. Selalunya ustaz akan menyampaikan ilmu antara waktu maghrib dan isyak. Ada juga kuliah yang disampaikan selepas Subuh, Isyak dan Dhuha. Dalam tempoh lebih kurang sejam itulah jiwa yang kosong akan terisi, hati yang lalai akan insaf, diri yang dahagakan ilmu akan diisi dengan hikmah serta kebahagiaan, dan semangat yang luntur dikuatkan kembali..biiznillah..

Di sini saya kongsikan pengajaran yang Allah kurniakan buat saya dan suami melalui manusia-manusia yang dijumpai di masjid dan dalam majlis ilmu..:

1) Kisah seorang pakcik. Beliau mungkin berumur dalam hujung 60-an. Kakinya membengkak akibat penyakit gout..nak jalan pun sangat susah..menapak sikit-sikit..namun, beliau istiqamah solat jemaah di masjid dengan berjalan kaki dari rumah ke masjid yang agak jauh..

2) Kisah seorang lelaki 40-an yang kelainan upaya. Kakinya lumpuh. Setiap kali masuk waktu solat, beliau akan memandu ke masjid dan akan menggunakan skateboard untuk bergerak mengambil wudhuk dan solat dalam keadaan duduk. Allah...

3) Seorang nenek yang berusia hampir 90 tahun. Beliau seorang guru mengaji pada usia mudanya. Hingga sekarang, matanya terang..beliau masih setia membaca Al-Quran..paling menarik pada waktu bulan Ramadhan, semua orang dah standby duduk keliling talam untuk berbuka..tapi nenek tu masih di tempat solat dan tetap maintain baca Al-Quran, dan dia hanya berbuka puasa dengan nestum.

4) Ibu yang sedang sarat mengandung..namun tetap istiqamah ke majlis ilmu..malah turut menghidupkan qiyamullail di surau jam 4 pagi (bulan Ramadhan)..cuaca begitu sejuk..namun, melihat semangatnya..saya sendiri pun jadi malu..Sungguh, Allah telah mengurniakan kebaikan buat diri dan anak dalam kandungannya..

5) Seorang janda yang kematian suami..(allahyarham suaminya merupakan teman sekerja suami saya)..pada waktu suaminya masih ada, mereka sekeluarga memang istiqamah ke majlis ilmu..lalu setelah pemergiannya, si isteri meneruskan tarbiah daripada suami dengan membawa anak-anaknya ke masjid..walau suami sudah tiada, beliau tetap berusaha menjadi wanita solehah..Subhanallah..

6) Seorang nenek yang istiqamah ke majlis ilmu. Beliau solat duduk dengan menggunakan kerusi sebab kaki dah tak kuat..kalau kita dah tua nanti mampukah kita buat macam tu..? (kalau panjang umur la kan..)

7) Kanak-kanak yang telah dibiasakan dengan aktiviti di masjid. Umur dalam 5-8 tahun, tapi sudah pandai solat tahiyyatul masjid dan solat sunat yang lain..MasyaAllah..

8) Ibu-ibu yang mempunyai anak kecil 1-4 tahun dan juga bayi..tidak mahu ketinggalan dalam mengejar kebaikan..waktu solat, ada yang meletakkan anak di sisinya, ada yang dukung, dan ada yang meminta tolong dari teman yang uzur untuk memegang bayinya..bertuah sungguh anak-anak ini..kecil-kecil lagi sudah diajar untuk mencintai masjid, ilmu, dan orang soleh..:)

Banyak lagi yang saya tak mampu ceritakan di sini..dan saya pasti ramai juga di luar sana yang telah mengambil ibrah dari masjid dan majlis ilmu..Subhanallah..moga kita semua dianugerahkan dengan taufiq dan hidayah untuk istiqamah ke masjid (terutama kaum lelaki) dan majlis ilmu, dan dalam semua kebaikan lainnya..InsyaAllah..Amin..



Melihat Muslimah Yang Berbusana Menarik


          

Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baaz Rahimahullah
Soal :
Anda telah mengetahui bahwa sebagian besar busana wanita di zaman kita ini adalah pakaian yang sangat menarik perhatian, yang akhirnya membuat tubuh mereka pun tampak menarik. Dan kami pun terkadang tidak bisa menundukkan pandangan kami dari hal itu, sampai ketika kami pulang kembali ke rumah. Kami merasa berdosa dan menyesal. Apa hukum dari hal tersebut?
(Catatan editor: Dari konteks pertanyaan, diasumsikan bahwa yang dimaksud adalah busana yang menutup aurat namun tampak menarik. Karena jika tidak menutup aurat, tentu itu yang akan dipersoalkan si penanya)
Jawab:
Tidak diragukan lagi bahwa apa yang di alami pemuda ini juga di alami oleh banyak pemuda lainnya, dan tidak diragukan lagi bahwa hal tersebut merupakan penyakit yang berbahaya bagi masyarakat manapun. dan tidak diragukan pula bahwa wajib bagi para wanita untuk bertakwa kepada Allah dari hal tersebut, dan hendaknya mereka bersemangat untuk menutup tubuh mereka dengan pakaian yang benar-benar tertutup. Dan wajib bagi mereka untuk menutupi semua sisi tubuh mereka dari pandangan laki-laki, termasuk menutup kepala mereka dengan hijab yang sempurna,sehingga tidak menimbulkan fitnah bagi manusia dan tidak membuat laki-laki tertarik kepadanya. Karena jika tidak, maka hal tersebut bisa mengakibatkan terjadinya perbuatan-perbuatan yang buruk dan terjadi hal-hal yang di haramkan. Dan kewajiban menjaga diri agar tidak menimbulkan fitnah ini berlaku bagi semua wanita di manapun mereka berada. Wajib bagi mereka semuanya untuk bertakwa kepada Allah. Kemudian hendaknya para wanita benar-benar bersungguh-sungguh untuk berhijab dan menutupi seluruh tubuhnya dengan tidak menampakkan kepala, wajah, dada, dan juga yang lainnya. Dan hendaknya mereka menutupi dirinya serta bagian tubuhnya yang bisa mengundang fitnah dengan hijab yang baik dan sempurna, sehingga tidak membahayakan dirinya sendiri dan juga tidak membahayakan para pemuda yang terkadang memandang kepadanya.
Kemudian wajib pula bagi para laki-laki untuk bertakwa kepada Allah, dan benar benar bersungguh sungguh dalam menundukkan pandangan-pandangan mereka. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman :
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat“. (Q.S an-Nuur : 30)
Dan ketika Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam ditanya tentang pandangan yang tidak disengaja, maka beliau shallallahu‘alaihi wa sallam menjawab,
اصرف بصرك، فإنما لك الأولى وليس لك الأخرى
palingkan pandanganmu, karena yang boleh adalah pandangan yang pertama, adapun pandangan setelahnya maka tidak boleh bagimu”.
Sebagaimana pandangan sekilas yang tidak disengaja kepada wanita tanpa disertai niat untuk memandangnya, misalnya ketika secara tidak sengaja melihat seorang wanita di jalan raya, ataupun ketika mereka turun dari kendaraan, maka wajib baginya untuk segera memalingkan pandangannya, tidak boleh baginya untuk terus menerus memandang ke arah wanita tersebut. Wajib baginya untuk memalingkan serta menundukkan pandangan. Demikian pula wajib bagi wanita tersebut untuk menundukkan pandangannya, serta tidak boleh baginya untuk bermudah-mudahan dalam berpakaian sebagaimana yang banyak terjadi pada sebagian wanita, wajib bagi para wanita untuk menutup tubuh mereka termasuk ketika berada di dalam rumah jika di dalamnya terdapat kakak ipar, paman dari suami, dan lain sebagainya dari orang-orang yang bukan termasuk mahramnya. Kemudian ketika di pasar, maka para wanita ini juga harus selalu berusaha menutupi tubuhnya dari laki-laki yang berada di pasar tersebut sehingga dapat menutup pintu fitnah bagi mereka. Allah subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung” (Q.S an-Nuur : 31)
tidak boleh bagi seorang wanita menampakkan perhiasan, kecuali kepada orang-orang yang merupakan mahram baginya, adapaun terhadap laki-laki asing yang bukan mahramnya, maka ia harus selalu berusaha untuk menutupi dan menjaga tubuhnya.
Allah Jalla wa ‘ala juga berfirman,
وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ
apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi), Maka mintalah dari belakang tabir. cara yang demikian itu lebih Suci bagi hatimu dan hati mereka” (QS. al-Ahzab : 53)
menutupi tubuh dan mengenakan hijab bagi wanita dapat lebih menjaga kesucian hati, baik bagi laki-laki maupun bagi para wanita itu sendiri. Dalil-dalil di atas juga menunjukkan tidak adanya penutup dan hijab bagi wanita merupakan sebab sebab hati menjadi kotor dan berpenyakit, karena terkadang hati memang bisa terkotori dan berpenyakit disebabkan karena adanya syahwat yang di haramkan. Dan cara membersihkan dan mensucikan hati yaitu dengan mengairi dan menyiraminya dengan taubat kepada Allah dari perkara-perkara yang diharamkan. Wajib bagi para laki-laki dan wanita untuk bersungguh sungguh menjaga kebersihan hati, keselamatan, dan kesuciannya. Serta berhati-hati dari gelapnya hati, kerusakannya, penyakitnya, kotornya hati serta penyimpangan penyimpangannya. Hanya Allah tempat meminta pertolongan”
Penerjemah: Iib Nizamul Adli
Artikel Muslim.Or.Id

Tuesday 12 February 2013

Pelajaran Daripada Allah

Bismillahirrahmaanirrahiim.

Sollu 'alan Nabi.

Alhamdulillah..masih diberi izin oleh Allah untuk hidup hingga ke saat ini. Sepanjang usia perkahwinan selama setahun setengah ni, macam-macam perkara yang Allah ajar..Allah ajarkan cara untuk jadi isteri, jiran, anak, masyarakat dan seorang muslimah yang baik..memang belum mampu nak jadi betul-betul baik dan solehah, tapi kita belajar sikit2 dari kesalahan dan pengalaman..


Walau dalam apa pun situasi, yang paling obvious adalah Allah nak tunjukkan tentang diri Dia. Cuba perhatikan dalam-dalam. Bila Allah timpakan kesusahan atau keresahan hati..tiada jalan keluar selain dari memohon pertolongan kepada Allah..kembali kepada Allah..kita cuma perlu yakin dengan Allah..padamkan segala sesuatu dari selain Allah..rasakan kehadiran Allah dalam hati kita..bukan akal kita yang berfikir, bukan  jasad kita yang melakukan..segala gerak dan diam kita adalah dengan izin Allah..Serahkan diri kepada Allah..pada saat itu, kita akan sedar, bahawa hanya Allah Yang Berkuasa. Bukan lagi dengan sekadar tahu atau beramal tetapi timbul perasaan membanggakan diri sendiri- 'diri aku yang melakukan ini dan itu, aku yang pandai, aku tahu ini dan itu..' ..kita tak ada apa-apa sebenarnya..bangkitkan kesedaran keTuhanan, hapuskan kesedaran keegoan..

InsyaAllah, bila kita serahkan diri kepada Allah, segala masalah tadi menjadi kecil..dan yang nyata hanyalah Allah..Maha Suci Allah..kita baca pula ayat Al-Quran, bukankah di dalamnya Allah ingin menyatakan tentang wujudnya Dia, segala ciptaan-Nya adalah menunjukkan adanya Pencipta, segala hukuman dan ganjaran menunjukkan adanya Dia yang Maha Membuat Peraturan..semua yang ada di langit dan di bumi tunduk kepada-Nya..namun, kita manusia yang sombong dan susah hendak bersyukur, sering lupa untuk menyedari hakikat ini..selalu leka dengan selain Allah..oleh itu, Allah yang Maha Hebat mengajarkan kita supaya tetap sedar diri  bahawa kita adalah hamba-Nya, kita akan kembali kepada-Nya dan akan dinilai di di hadapan-Nya di akhirat kelak..ke mana lagi kita hendak pergi..?

Allah ajarkan, supaya tetap mengingat dan mengagungkan-Nya dengan bersungguh-sungguh. Walaupun banyak ranjaunya, InsyaAllah pertolongan Allah pasti akan tiba..jom kita latih diri kita supaya 'melihat' Allah dalam segala hal..bila dapat nikmat, bersyukur dan gunakan ke arah yang diredhainya..musibah, bersabar dan cari jalan keluar dengan memohon panduan dari-Nya, serta sentiasa bertaubat dan perbetulkan kesalahan diri. Sungguh, saya bukanlah orang yang layak untuk menasihati orang lain melainkan coretan ini adalah khusus untuk peringatan kepada diri sendiri..kaitkan apa yang berlaku di sekeliling kita dengan Allah, InsyaAllah, kita akan dapat pelajaran dan hikmah yang berguna untuk mendekatkan diri kepada-Nya setiap hari..Dia-lah yang memegang hati, Dia-lah yang Maha Mengenal, Dia-lah Yang Maha Memberi Petunjuk.

Dari Allah, kepada Allah, dengan Allah, kerana Allah.






Hukum Memakai Purdah Dalam Pandangan 4 Mazhab




Wanita bercadar seringkali diidentikkan dengan orang arab atau timur-tengah. Padahal memakai cadar atau menutup wajah bagi wanita adalah ajaran Islam yang didasari dalil-dalil Al Qur’an, hadits-hadits shahih serta penerapan para sahabat Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam serta para ulama yang mengikuti mereka. Sehingga tidak benar anggapan bahwa hal tersebut merupakan sekedar budaya timur-tengah.
Berikut ini sengaja kami bawakan pendapat-pendapat para ulama madzhab, tanpa menyebutkan pendalilan mereka, untuk membuktikan bahwa pembahasan ini tertera dan dibahas secara gamblang dalam kitab-kitab fiqih 4 madzhab. Lebih lagi, ulama 4 madzhab semuanya menganjurkan wanita muslimah untuk memakai cadar, bahkan sebagiannya sampai kepada anjuran wajib. Beberapa penukilan yang disebutkan di sini hanya secuil saja, karena masih banyak lagi penjelasan-penjelasan serupa dari para ulama madzhab.



Madzhab Hanafi
Pendapat madzhab Hanafi, wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai cadar hukumnya sunnah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah.
* Asy Syaranbalali berkata:
وجميع بدن الحرة عورة إلا وجهها وكفيها باطنهما وظاهرهما في الأصح ، وهو المختار
“Seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan dalam serta telapak tangan luar, ini pendapat yang lebih shahih dan merupakan pilihan madzhab kami“ (Matan Nuurul Iidhah)
* Al Imam Muhammad ‘Alaa-uddin berkata:
وجميع بدن الحرة عورة إلا وجهها وكفيها ، وقدميها في رواية ، وكذا صوتها، وليس بعورة على الأشبه ، وإنما يؤدي إلى الفتنة ، ولذا تمنع من كشف وجهها بين الرجال للفتنة
“Seluruh badan wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan dalam. Dalam suatu riwayat, juga telapak tangan luar. Demikian juga suaranya. Namun bukan aurat jika dihadapan sesama wanita. Jika cenderung menimbulkan fitnah, dilarang menampakkan wajahnya di hadapan para lelaki” (Ad Durr Al Muntaqa, 81)
* Al Allamah Al Hashkafi berkata:
والمرأة كالرجل ، لكنها تكشف وجهها لا رأسها ، ولو سَدَلَت شيئًا عليه وَجَافَتهُ جاز ، بل يندب
“Aurat wanita dalam shalat itu seperti aurat lelaki. Namun wajah wanita itu dibuka sedangkan kepalanya tidak. Andai seorang wanita memakai sesuatu di wajahnya atau menutupnya, boleh, bahkan dianjurkan” (Ad Durr Al Mukhtar, 2/189)
* Al Allamah Ibnu Abidin berkata:
تُمنَعُ من الكشف لخوف أن يرى الرجال وجهها فتقع الفتنة ، لأنه مع الكشف قد يقع النظر إليها بشهوة
“Terlarang bagi wanita menampakan wajahnya karena khawatir akan dilihat oleh para lelaki, kemudian timbullah fitnah. Karena jika wajah dinampakkan, terkadang lelaki melihatnya dengan syahwat” (Hasyiah ‘Alad Durr Al Mukhtaar, 3/188-189)
* Al Allamah Ibnu Najiim berkata:
قال مشايخنا : تمنع المرأة الشابة من كشف وجهها بين الرجال في زماننا للفتنة
“Para ulama madzhab kami berkata bahwa terlarang bagi wanita muda untuk menampakkan wajahnya di hadapan para lelaki di zaman kita ini, karena dikhawatirkan menimbulkan fitnah” (Al Bahr Ar Raaiq, 284)
Beliau berkata demikian di zaman beliau, yaitu beliau wafat pada tahun 970 H, bagaimana dengan zaman kita sekarang?
Madzhab Maliki
Mazhab Maliki berpendapat bahwa wajah wanita bukanlah aurat, namun memakai cadar hukumnya sunnah (dianjurkan) dan menjadi wajib jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah. Bahkan sebagian ulama Maliki berpendapat seluruh tubuh wanita adalah aurat.
* Az Zarqaani berkata:
وعورة الحرة مع رجل أجنبي مسلم غير الوجه والكفين من جميع جسدها ، حتى دلاليها وقصَّتهاوأما الوجه والكفان ظاهرهما وباطنهما ، فله رؤيتهما مكشوفين ولو شابة بلا عذر من شهادة أو طب ، إلا لخوف فتنة أو قصد لذة فيحرم ، كنظر لأمرد ، كما للفاكهاني والقلشاني
“Aurat wanita di depan lelaki muslim ajnabi adalah seluruh tubuh selain wajah dan telapak tangan. Bahkan suara indahnya juga aurat. Sedangkan wajah, telapak tangan luar dan dalam, boleh dinampakkan dan dilihat oleh laki-laki walaupun wanita tersebut masih muda baik sekedar melihat ataupun untuk tujuan pengobatan. Kecuali jika khawatir timbul fitnah atau lelaki melihat wanita untuk berlezat-lezat, maka hukumnya haram, sebagaimana haramnya melihat amraad. Hal ini juga diungkapkan oleh Al Faakihaani dan Al Qalsyaani” (Syarh Mukhtashar Khalil, 176)
* Ibnul Arabi berkata:
والمرأة كلها عورة ، بدنها ، وصوتها ، فلا يجوز كشف ذلك إلا لضرورة ، أو لحاجة ، كالشهادة عليها ، أو داء يكون ببدنها ، أو سؤالها عما يَعنُّ ويعرض عندها
“Wanita itu seluruhnya adalah aurat. Baik badannya maupun suaranya. Tidak boleh menampakkan wajahnya kecuali darurat atau ada kebutuhan mendesak seperti persaksian atau pengobatan pada badannya, atau kita dipertanyakan apakah ia adalah orang yang dimaksud (dalam sebuah persoalan)” (Ahkaamul Qur’an, 3/1579)
* Al Qurthubi berkata:
قال ابن خُويز منداد ــ وهو من كبار علماء المالكية ـ : إن المرأة اذا كانت جميلة وخيف من وجهها وكفيها الفتنة ، فعليها ستر ذلك ؛ وإن كانت عجوزًا أو مقبحة جاز أن تكشف وجهها وكفيها
“Ibnu Juwaiz Mandad – ia adalah ulama besar Maliki – berkata: Jika seorang wanita itu cantik dan khawatir wajahnya dan telapak tangannya menimbulkan fitnah, hendaknya ia menutup wajahnya. Jika ia wanita tua atau wajahnya jelek, boleh baginya menampakkan wajahnya” (Tafsir Al Qurthubi, 12/229)
* Al Hathab berkata:
واعلم أنه إن خُشي من المرأة الفتنة يجب عليها ستر الوجه والكفين . قاله القاضي عبد الوهاب ، ونقله عنه الشيخ أحمد زرّوق في شرح الرسالة ، وهو ظاهر التوضيح
“Ketahuilah, jika dikhawatirkan terjadi fitnah maka wanita wajib menutup wajah dan telapak tangannya. Ini dikatakan oleh Al Qadhi Abdul Wahhab, juga dinukil oleh Syaikh Ahmad Zarruq dalam Syarhur Risaalah. Dan inilah pendapat yang lebih tepat” (Mawahib Jaliil, 499)
* Al Allamah Al Banaani, menjelaskan pendapat Az Zarqani di atas:
وهو الذي لابن مرزوق في اغتنام الفرصة قائلًا : إنه مشهور المذهب ، ونقل الحطاب أيضًا الوجوب عن القاضي عبد الوهاب ، أو لا يجب عليها ذلك ، وإنما على الرجل غض بصره ، وهو مقتضى نقل مَوَّاق عن عياض . وفصَّل الشيخ زروق في شرح الوغليسية بين الجميلة فيجب عليها ، وغيرها فيُستحب
“Pendapat tersebut juga dikatakan oleh Ibnu Marzuuq dalam kitab Ightimamul Furshah, ia berkata: ‘Inilah pendapat yang masyhur dalam madzhab Maliki’. Al Hathab juga menukil perkataan Al Qadhi Abdul Wahhab bahwa hukumnya wajib. Sebagian ulama Maliki menyebutkan pendapat bahwa hukumnya tidak wajib namun laki-laki wajib menundukkan pandangannya. Pendapat ini dinukil Mawwaq dari Iyadh. Syaikh Zarruq dalam kitab Syarhul Waghlisiyyah merinci, jika cantik maka wajib, jika tidak cantik maka sunnah” (Hasyiyah ‘Ala Syarh Az Zarqaani, 176)

Madzhab Syafi’i
Pendapat madzhab Syafi’i, aurat wanita di depan lelaki ajnabi (bukan mahram) adalah seluruh tubuh. Sehingga mereka mewajibkan wanita memakai cadar di hadapan lelaki ajnabi. Inilah pendapat mu’tamadmadzhab Syafi’i.
* Asy Syarwani berkata:
إن لها ثلاث عورات : عورة في الصلاة ، وهو ما تقدم ـ أي كل بدنها ما سوى الوجه والكفينوعورة بالنسبة لنظر الأجانب إليها : جميع بدنها حتى الوجه والكفين على المعتمد وعورة في الخلوة وعند المحارم : كعورة الرجل »اهـ ـ أي ما بين السرة والركبة ـ
“Wanita memiliki tiga jenis aurat, (1) aurat dalam shalat -sebagaimana telah dijelaskan- yaitu seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan, (2) aurat terhadap pandangan lelaki ajnabi, yaitu seluruh tubuh termasuk wajah dan telapak tangan, menurut pendapat yang mu’tamad, (3) aurat ketika berdua bersama yang mahram, sama seperti laki-laki, yaitu antara pusar dan paha” (Hasyiah Asy Syarwani ‘Ala Tuhfatul Muhtaaj, 2/112)
* Syaikh Sulaiman Al Jamal berkata:
غير وجه وكفين : وهذه عورتها في الصلاة . وأما عورتها عند النساء المسلمات مطلقًا وعند الرجال المحارم ، فما بين السرة والركبة . وأما عند الرجال الأجانب فجميع البدن
“Maksud perkataan An Nawawi ‘aurat wanita adalah selain wajah dan telapak tangan’, ini adalah aurat di dalam shalat. Adapun aurat wanita muslimah secara mutlak di hadapan lelaki yang masih mahram adalah antara pusar hingga paha. Sedangkan di hadapan lelaki yang bukan mahram adalah seluruh badan” (Hasyiatul Jamal Ala’ Syarh Al Minhaj, 411)
* Syaikh Muhammad bin Qaasim Al Ghazzi, penulis Fathul Qaarib, berkata:
وجميع بدن المرأة الحرة عورة إلا وجهها وكفيها ، وهذه عورتها في الصلاة ، أما خارج الصلاة فعورتها جميع بدنها
“Seluruh badan wanita selain wajah dan telapak tangan adalah aurat. Ini aurat di dalam shalat. Adapun di luar shalat, aurat wanita adalah seluruh badan” (Fathul Qaarib, 19)
* Ibnu Qaasim Al Abadi berkata:
فيجب ما ستر من الأنثى ولو رقيقة ما عدا الوجه والكفين . ووجوب سترهما في الحياة ليس لكونهما عورة ، بل لخوف الفتنة غالبًا
“Wajib bagi wanita menutup seluruh tubuh selain wajah telapak tangan, walaupun penutupnya tipis. Dan wajib pula menutup wajah dan telapak tangan, bukan karena keduanya adalah aurat, namun karena secara umum keduanya cenderung menimbulkan fitnah” (Hasyiah Ibnu Qaasim ‘Ala Tuhfatul Muhtaaj, 3/115)
* Taqiyuddin Al Hushni, penulis Kifaayatul Akhyaar, berkata:
ويُكره أن يصلي في ثوب فيه صورة وتمثيل ، والمرأة متنقّبة إلا أن تكون في مسجد وهناك أجانب لا يحترزون عن النظر ، فإن خيف من النظر إليها ما يجر إلى الفساد حرم عليها رفع النقاب
“Makruh hukumnya shalat dengan memakai pakaian yang bergambar atau lukisan. Makruh pula wanita memakai niqab (cadar) ketika shalat. Kecuali jika di masjid kondisinya sulit terjaga dari pandnagan lelaki ajnabi. Jika wanita khawatir dipandang oleh lelaki ajnabi sehingga menimbulkan kerusakan, haram hukumnya melepaskan niqab (cadar)” (Kifaayatul Akhyaar, 181)

Madzhab Hambali
* Imam Ahmad bin Hambal berkata:
كل شيء منها ــ أي من المرأة الحرة ــ عورة حتى الظفر
“Setiap bagian tubuh wanita adalah aurat, termasuk pula kukunya” (Dinukil dalam Zaadul Masiir, 6/31)
* Syaikh Abdullah bin Abdil Aziz Al ‘Anqaari, penulis Raudhul Murbi’, berkata:
« وكل الحرة البالغة عورة حتى ذوائبها ، صرح به في الرعاية . اهـ إلا وجهها فليس عورة في الصلاة . وأما خارجها فكلها عورة حتى وجهها بالنسبة إلى الرجل والخنثى وبالنسبة إلى مثلها عورتها ما بين السرة إلى الركبة
“Setiap bagian tubuh wanita yang baligh adalah aurat, termasuk pula sudut kepalanya. Pendapat ini telah dijelaskan dalam kitab Ar Ri’ayah… kecuali wajah, karena wajah bukanlah aurat di dalam shalat. Adapun di luar shalat, semua bagian tubuh adalah aurat, termasuk pula wajahnya jika di hadapan lelaki atau di hadapan banci. Jika di hadapan sesama wanita, auratnya antara pusar hingga paha” (Raudhul Murbi’, 140)
* Ibnu Muflih berkata:
« قال أحمد : ولا تبدي زينتها إلا لمن في الآية ونقل أبو طالب :ظفرها عورة ، فإذا خرجت فلا تبين شيئًا ، ولا خُفَّها ، فإنه يصف القدم ، وأحبُّ إليَّ أن تجعل لكـمّها زرًا عند يدها
“Imam Ahmad berkata: ‘Maksud ayat tersebut adalah, janganlah mereka (wanita) menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada orang yang disebutkan di dalam ayat‘. Abu Thalib menukil penjelasan dari beliau (Imam Ahmad): ‘Kuku wanita termasuk aurat. Jika mereka keluar, tidak boleh menampakkan apapun bahkan khuf(semacam kaus kaki), karena khuf itu masih menampakkan lekuk kaki. Dan aku lebih suka jika mereka membuat semacam kancing tekan di bagian tangan’” (Al Furu’, 601-602)
* Syaikh Manshur bin Yunus bin Idris Al Bahuti, ketika menjelaskan matan Al Iqna’ , ia berkata:
« وهما » أي : الكفان . « والوجه » من الحرة البالغة « عورة خارجها » أي الصلاة « باعتبار النظر كبقية بدنها »
“’Keduanya, yaitu dua telapak tangan dan wajah adalah aurat di luar shalat karena adanya pandangan, sama seperti anggota badan lainnya” (Kasyful Qanaa’, 309)
* Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata:
القول الراجح في هذه المسألة وجوب ستر الوجه عن الرجال الأجانب
“Pendapat yang kuat dalam masalah ini adalah wajib hukumnya bagi wanita untuk menutup wajah dari pada lelaki ajnabi” (Fatawa Nurun ‘Alad Darb, http://www.ibnothaimeen.com/all/noor/article_4913.shtml)

Cadar Adalah Budaya Islam
Dari pemaparan di atas, jelaslah bahwa memakai cadar (dan juga jilbab) bukanlah sekedar budaya timur-tengah, namun budaya Islam dan ajaran Islam yang sudah diajarkan oleh para ulama Islam sebagai pewaris para Nabi yang memberikan pengajaran kepada seluruh umat Islam, bukan kepada masyarakat timur-tengah saja. Jika memang budaya Islam ini sudah dianggap sebagai budaya lokal oleh masyarakat timur-tengah, maka tentu ini adalah perkara yang baik. Karena memang demikian sepatutnya, seorang muslim berbudaya Islam.
Diantara bukti lain bahwa cadar (dan juga jilbab) adalah budaya Islam :
1.     Sebelum turun ayat yang memerintahkan berhijab atau berjilbab, budaya masyarakat arab Jahiliyah adalah menampakkan aurat, bersolek jika keluar rumah, berpakaian seronok atau disebut dengantabarruj. Oleh karena itu Allah Ta’ala berfirman:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ
Hendaknya kalian (wanita muslimah), berada di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian ber-tabarruj sebagaimana yang dilakukan wanita jahiliyah terdahulu” (QS. Al Ahzab: 33)
Sedangkan, yang disebut dengan jahiliyah adalah masa ketika Rasulullah Shallalahu’alihi Wasallam belum di utus. Ketika Islam datang, Islam mengubah budaya buruk ini dengan memerintahkan para wanita untuk berhijab. Ini membuktikan bahwa hijab atau jilbab adalah budaya yang berasal dari Islam.
2.     Ketika turun ayat hijab, para wanita muslimah yang beriman kepada Rasulullah Shallalahu’alaihi Wasallam seketika itu mereka mencari kain apa saja yang bisa menutupi aurat mereka.  ‘AisyahRadhiallahu’anha berkata:
مَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ ( وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ ) أَخَذْنَ أُزْرَهُنَّ فَشَقَّقْنَهَا مِنْ قِبَلِ الْحَوَاشِي فَاخْتَمَرْنَ بِهَا
“(Wanita-wanita Muhajirin), ketika turun ayat ini: “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada (dan leher) mereka.” (QS. Al Ahzab An Nuur: 31), mereka merobek selimut mereka lalu mereka berkerudung dengannya.” (HR. Bukhari 4759)
Menunjukkan bahwa sebelumnya mereka tidak berpakaian yang menutupi aurat-aurat mereka sehingga mereka menggunakan kain yang ada dalam rangka untuk mentaati ayat tersebut.
Singkat kata, para ulama sejak dahulu telah membahas hukum memakai cadar bagi wanita. Sebagian mewajibkan, dan sebagian lagi berpendapat hukumnya sunnah. Tidak ada diantara mereka yang mengatakan bahwa pembahasan ini hanya berlaku bagi wanita muslimah arab atau timur-tengah saja. Sehingga tidak benar bahwa memakai cadar itu aneh, ekstrim, berlebihan dalam beragama, atau ikut-ikutan budaya negeri arab.
Penukilan pendapat-pendapat para ulama di atas merupakan kesungguhan dari akhi Ahmad Syabib dalam forum Fursanul Haq (http://www.forsanelhaq.com/showthread.php?t=83503)
Penerjemah: Yulian Purnama
Artikel www.muslim.or.i

p/s: buat sesiapa yang teringin nak pakai purdah, I say, Alhamdulillah, just go for it..walaupun cabaran menanti dari sudut pandangan masyarakat, cara kita nak bawa diri dan biasakan memakai purdah dll, yakinlah Allah bersama orang yang sabar dan yang melakukan sesuatu kerana Allah..InsyaAllah..

Mungkin info di  http://sayangislam.com/2011/04/13/aku-mahu-pakai-purdah/